Terima kasih untuk semua pihak yang telah berpartisipasi pada Perayaan Natal di Panti Werdha Santa Anna, Minggu 21 Desember 2014. Semoga Tuhan membalas budi baik anda semua.

29 April 2008

Ketika Seorang Anak Kecil Memotret


Ketika membuka sebuah CD kepunyaan seorang teman, saya menemukan foto ini. Saya tanya siapa yang memotret foto ini? Jawab sang teman: "Anak saya si Budi (bukan nama sebenarnya)". Kita tak tahu pesan apa yang ingin disampaikan anak sang teman ini.
Kemiskinan? Kasihan? Koq tidur bukan di tempat tidur? Atau...??? Hanya sang anak yang baru berusia sekitar 6 tahun itulah yang paling tahu.

"Mendahulukan Kepentingan Umat"



“Mendahulukan kepentingan umat”
27 Mei 2008 nanti, genap dua tahun musibah gempa di Jogjakarta.
Lebih dari enam ribu orang tewas, termasuk umat Katolik. Harta benda bagai tak tersisa.
Di Ganjuran Bantul, gedung gereja Hati Kudus Yesus (yang juga tempat ziarah) hancur. Gedung gereja yang mulai dibangun tahun 1924 oleh dua bersaudara Joseph Smutzer dan Julius Smutzer, sampai saat ini belum dibangun kembali. Umat kini mengikuti Misa di bawah tenda rumbai dengan angin yang sepoi-sepoi. Cuaca panas tidak menghalangi umat untuk khusuk berdoa. Mengapa gedung gereja sampai saat ini belum dibangun kembali? Seorang tokoh di paroki ini pada 26 Maret 2008 lalu menyampaikan: “Tidak akan dibangun jika kehidupan umat/warga sekitar belum seperti sediakala (maksudnya sebelum terkena musibah gempa). Mendahalukan kepentingan umat terlebih dulu. Gereja adalah komunitas umat beriman,” katanya

28 April 2008

Tak Harus Mahal



"Perayaan Hari Kartini di TK Indriyasana"

Tanggal 21 April kita memperingati hari Kartini. Bagaimana dengan di sekolah adik-adik? Tentu juga ikut merayakannya bukan? Adik-adik mungkin berpakaian daerah, mengikuti lomba-lomba dan yang pasti menyanyikan lagu “Ibu Kita Kartini”. Teman-teman kita di TK Indriyasana Jalan Kawi-Kawi Bawah, Kramat Jaya Jakarta Pusat tak mau ketinggalan. Dibawah bimbingan ibu gurunya, mereka juga merayakan hari Kartini. Namun adik-adik, ada sedikit berbeda. Teman-teman kita ini menggunakan baju pakaian yang berbeda. Mereka menggunakan baju-baju “daerah” dari kertas koran. Yah… kertas Koran!. Namun itu bukan berarti perayaannya tidak meriah. Teman-teman kita ini bergembira bersama guru-guru mereka. Baju-baju dari kertas koran ini dibuat oleh para guru. Setelahnya dipakaikan kepada teman-teman kita ini. Mereka kemudian memperagakan baju-baju yang mereka pakai. Di akhir acara ditentukan para pemenangnya. Bagimana adik-adik? Rupanya perayaan hari Kartini yang meriah tidak harus dengan yang mahal-mahal ya…? Yang penting kita memperingatinya dan menghargai jasa-jasa Ibu Kartini.

Selamat Ulang Tahun 28 April 2008












20 April 2008

Yohanes yang Dicintai Yesus


Yohanes Rasul. Ketika Jesus mengadakan perjamuan cintakasih bersama para murid menjelang wafatNya, seorang murid yang dicintai Jesus duduk di sampingNya. Nama murid itu Yohanes. Murid ini menangkap segala tutur kata Jesus, dari ramalan tentang pengkhianatan Yudas sampai ke Perayaan Ekaristi yang pertama. Waktu Jesus digiring ke rumah imam agung dan Petrus menyangkalNya sebanyak tiga kali, Yohanes menyaksikan dari dekat pengadilan atas Gurunya yang sangat ia cintai. Ketika Jesus bergantung di kayu salib, Yohanes satu-satunya Rasul yang tidak melarikan diri. Ia berdiri di bawah tiang salib mendampingi Bunda Maria. Kepadanyalah Jesus menyerahkan ibuNya. Dan pada Minggu Paskah, tatkala para wanita yang kembali dari makam Jesus itu ramai berkisah tentang seorang malaekat yang mereka jumpai, Yohanes terus lari mendahului Petrus ke makam. Ia pulalah yang paling awal percaya Kristus bangkit dari antara orang mati. Memang, ia tidak tergesa-gesa masuk ke makam, ia menunggu serta mempersilahkan Petrus masuk lebih dulu, karena Petruslah yang ditunjuk Jesus sebagai pemimpin mereka. Ketika Jesus menampakkan diri di telaga Gensaret, Yohanes langsung mengenali Jesus. Yohanes adalah nelayan dan adik kandung Yakobus Tua, Kakak beradik ini dipanggil Jesus ketika sedang menyulam jala Zebedeus, ayah mereka. Nampaknya mereka berwatak keras dan lekas naik darah, sehingga Jesus menjuluki mereka 'putera halilintar'. Mereka berdua bersama Petrus dipilih menjadi rasul inti Jesus.
Dalam kisah para Rasul, Yohanes kerapkali bersama Petrus : saat penyembuhan orang lumpuh di Baitullah, ketika dipenjarakan, sewaktu mengunjungi umat baru di Samaria, Yohanes oleh Paulus pernah disebut sokoguru jemaat di Yerusalem. Yohanes giat menyebarkan Injil, sehingga dibuang ke pulau Patmos (Yunani). Konon, pada tahun-tahun terakhir hidupnya Yohanes bersama Bunda Maria tinggal di Efesus (Turki). S. Hieronimus menulis, ketika Yohanes sudah beruban dalam kotbahnya selalu mengulang-ulang : "Saling cinta-mencintailah ! Itulah perintah Tuhan. Asal itu kau lakukan, cukuplah bagimu !" Karena itu suatu saat seorang muridnya bertanya : "Mengapa Bapa selalu saja berbicara tentang cinta ?" Jawab Rasul yang sudah sangat lanjut usia itu : "Hal lain manakah yang harus saya bicarakan ? Tiada hal lain yang tahan uji kecuali cinta !" Di bawah bimbingan dan ilham Roh Kudus ia menulis Injil keempat, tiga Surat dan Kitab Wahyu.

Yohanes (meninggal tahun 100), Rasul dan Penginjil; meninggal di Efesus. Injilnya dilambangkan burung rajawali, karena sejak awal Injilnya, Yohanes seakan-akan melayang tinggi di atas hal-hal duniawi dan banyak menguraikan asal dan sifat keilahian Jesus. Pesta : 27 Desember.

Sang Buah Hati











16 April 2008

Dari Sebuah Keinginan... "Melayani"









Memasuki jalan tidak terlalu besar, di sekitar Kramat Jaya Jakarta Pusat, tepatnya di Jalan Kawi Kawi Bawah, berdiri sebuah bangunan. Pagi itu sekelompok anak-anak diantar ibunya masuk ke gedung itu. Di dalam ternyata, beberapa ibu telah siap untuk menerima anak-anak dan para ibu-ibu pendamping anak-anak itu. Rupanya anak-anak itu datang untuk bermain dan belajar. Di ruang belajar seadanya itu, tak terlihat fasilitas yang wah... semua serba seadanya. Namun para guru tetap bersemangat dengan suasana dan kondisi seperti itu. Yang menarik para guru itu adalah para sukarelawati yang dengan setia mau mengorbankan waktu dan tenaga bagi pelayanan di bidang pendidikan. Untuk membeayai operasional sekolah itu, bukan hal yang mudah. Para sukarelawati mencari para dermawan. Syukur sampai saat ini semua bisa berjalan baik.

GEREJA GANJURAN - Bertemu Yesus Dalam Wajah Jawa








Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran, demikian nama lengkapnya, bisa dijangkau dengan mengendarai kendaraan bermotor sejauh kurang lebih 20 km dari pusat kota Yogyakarta. Pemandang sawah yang hijau dan pohon serupa cemara akan menyambut anda begitu memasuki Desa Ganjuran, tempat gereja ini berdiri. Mengunjungi gereja ini, anda akan mengetahui tentang sejarah gereja dan inkulturasi Katolik dengan budaya Jawa, terakhir mendapatkan ketenangan hati.
Kompleks gereja Ganjuran mulai dibangun pada tahun 1924 atas prakarsa dua bersaudara keturunan Belanda, Joseph Smutzer dan Julius Smutzer. Gereja ini merupakan salah satu bangunan yang didirikan sejak dua bersaudara itu mulai mengelola Pabrik Gula Gondang Lipuro di daerah tersebut pada tahun 1912. Bangunan lain yang didirikan adalah 12 sekolah dan sebuah klinik yang menjadi cikal bakal Rumah Sakit Panti Rapih.
Pembangunan gereja yang dirancang oleh arsitek Belanda J Yh van Oyen ini adalah salah satu bentuk semangat sosial gereja (Rerum Navarum) yang dimiliki Smutzer bersaudara, yaitu semangat mencintai sesama, khususnya kesejahteraan masyarakat setempat yang kebanyakan menjadi karyawan di Pabrik Gula Gondang Lipuro yang mencapai masa keemasan pada tahun 1918 - 1930.
Dalam perkembangannya, kompleks gereja ini disempurnakan dengan pembangunan candi yang dinamai Candi Hati Kudus Yesus pada tahun 1927. Candi dengan teras berhias relief bunga teratai dan patung Kristus dengan pakaian Jawa itu kemudian menjadi pilihan lain tempat melaksanakan misa dan ziarah, selain di dalam gereja, yang menawarkan kedekatan dengan budaya Jawa.
Berjalan keliling gereja, anda akan menyadari bahwa bangunan ini dirancang dengan perpaduan gaya Eropa, Hindu dan Jawa. Gaya Eropa dapat ditemui pada bentuk bangunan berupa salib bila dilihat dari udara, sementara gaya Jawa bisa dilihat pada atap yang berbentuk tajug, bisa digunakan sebagai atap tempat ibadah. Atap itu disokong oleh empat tiang kayu jati, melambangkan empat penulis Injil, yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes.
Nuansa Jawa juga terlihat pada altar, sancristi (tempat menyimpan peralatan misa), doopvont (wadah air untuk baptis) dan chatevummenen (tempat katekis). Patung Yesus dan Bunda Maria yang tengah menggendong putranya juga digambarkan tengah memakai pakaian Jawa. Demikian pula relief-relief pada tiap pemberhentian jalan salib, Yesus digambarkan memiliki rambut mirip seorang pendeta Hindu.
Anda yang ingin berziarah bisa menuju tempat pengambilan air suci yang berada di sebelah kiri candi. Setelah mengambil air suci, anda bisa duduk bersimpuh di depan candi dan memanjatkan doa permohonan. Prosesi ibadah diakhiri dengan masuk ke dalam candi dan memanjatkan doa di depan patung Kristus. Beberapa peziarah sering mengambil air suci dan memasukkannya dalam botol, kemudian membawa pulang air itu setelah didoakan.
Bila ingin mengikuti misa dalam bahasa Jawa dan nyanyian lagu yang diiringi gamelan, anda bisa datang ke gereja ini setiap hari kamis hingga Minggu pukul 5.30, setiap malam Jumat pertama, setiap malam Natal dan setiap Sabtu Sore pukul 17.00. Misa dalam bahasa Jawa itu digelar di pelataran candi, kecuali misa harian setiap pukul 5.30 yang diadakan di dalam gereja.
Usai melaksanakan ibadah atau ziarah, sempatkanlah untuk berbincang dengan warga setempat untuk mengetahui sejarah tentang Ganjuran sendiri, tempat gereja ini berdiri. Dalam Babad tanah Jawa, Ganjuran adalah sebuah wilayah Alas Mentaok yang dinamakan Lipuro. Tempat itu dahulu sempat digunakan Panembahan Senopati untuk bertapa dan direncanakan menjadi pusat kerajaan Mataram, namun batal.
Perubahan nama menjadi Ganjuran sendiri berkaitan dengan kisah percintaan Ki Ageng Mangir dan Rara Pembayun yang diasingkan oleh Mataram. Kisah cinta dua orang tersebut yang kemudian mengilhami penciptaan tembang Kala Ganjur, berarti tali pengikat dasar manusia dalam mengarungi kehidupan bersama dengan dasar cinta. Nah, dari nama tembang tersebutlah desa yang dulu bernama Lipuro itu berubah menjadi Ganjuran.
Jika anda mau berbincang dengan penduduk setempat, akan banyak lagi cerita yang bisa digali, misalnya alasan dibatalkannya Lipuro menjadi pusat kerajaan Mataram, alasan pengasingan Ki Ageng Mangir dan Roro Pembayun dan sebagainya.

Sumber www.yogyes.com